Hujan mengguyur deras dan aku tertahan
di sini, di toko ATK dekat rumah ku. Jika saja aku tahu akan hujan pasti akan
ku bawa payung. Ah kenapa tidak ku dengar perkataan bibi, membatin ku. Dan aku dengan
terpaksa menunggu di emperan depak toko, menunggu hujan reda.
Hujan makin deras dan tampiasannya mulai
mebasahi pakaian ku, aku mengigil kedinginan. Kenapa tadi aku tidak menunggu di
dalam toko, padahal mba-mba penjaga kasir sempat menyuruh ku untuk menunggu di
dalam. Aku terus menunggu siapa tahu bibi datang menjemput ku, tapi sudah cukup
lama bibi belum juga datang. Bagian bawah rok ku mulai kuyup oleh air hujan dan
rasa dingin makin menusuk tubuh ku. Melihat
aku kedinginan seseorang yang dari tadi ikut menunggu hujan reda di sebelah ku
melepaskan jaketnya dan memberikan kepada ku. Mba kedinginan ya?, tanyanya sambil
menyerahkan jaket.
Aku cukup lama terdiam, dalam pikiran
ku mulai muncul pikiran-pikiran aneh terhadapnya. Nih orang kenapa sih sok-sokan
baik, pasti ada maunya. Hmmm, gimana kalau dia punya maksud yang enggak-enggak
kepadaku. Apalagi malam ini cukup sepi, kalau dia macam-macam bisa apa aku. Kalau
berteriak suara ku pasti kalah dengan suara derasnya hujan, bahkan jika ada
yang menolong paling cuma mba penjaga kasir, bisa apa dia melawan laki-laki di
samping ku ini. Ketika rasa parno makin menjadi-jadi dia berkata kembali. Ah sepertinya
mbanya gak mau ya, ya sudah kalau memang tidak mau. Setelah itu lelaki di
samping ku tidak berkata-kata lagi.
Kulihat jam ditangan ku, jam
sembilan lewat dua puluh. Sudah hampir dua jam aku tertahan disini. Kaos yang
ku kenakan sudah basah seluruhnya, membuat pakaian dalam ku samar-samar terlihat
dari balik kaos yang aku kenakan. Aku makin tidak berani untuk menoleh ke
samping, pasti lelaki di samping ku sedang memperhatikan lekuk tubuh ku yang
terkena air hujan ini. Aku jadi ketakutan dengan pikiran-pikiran ku sendiri. Tiba-tiba
terlintas dalam pikiran ku untuk berlari kerumah sambil hujan-hujanan. Toh baju
ku juga sudah terlanjur basah. Tanpa pikir lama aku mulai berlari, dan
tiba-tiba sesosok tangan kuat menggenggam tanganku. Aku tertahan tidak bisa
melepasnya.
Tanpa sadar aku berkata, “Sebenarnya
kamu mau apa sih? Mau memperkosa ku? Aku tidak sudi, cepat lepaskan tangan ku
bajingan, atau aku akan berteriak.” Aku terus menyerocos memberondongnya dengan
perkataan yang sedari tadi berkecamuk dalam pikiranku.
Mendengar ocehan ku, dia tidak melepaskan
gemgaman tangannya. Sekuat tenaga aku mencoba melepasnya tapi tidak bisa. Aku
melepas kantong plastik yang sedari tadi ku pegang di tangan kiri ku dan memukul
dadanya keras-keras. Melihat dia tidak goyah, air mata mulai menetes dan rasa
takut makin mencekam. Apakah aku akan ternodai, bagaimana dengan masa depan ku.
Aku tidak sanggup memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tak., tiba-tiba dia menjetikkan jarinya
di jidat ku. Dengan tangan kiri aku menggosok-gosok jidat ku yang terasa sakit.
Selagi teralihkan dengan rasa sakit. Dia mulai berkata sambil tersenyum, “Dasar
cewek labil, kamu ini mikir apa sih, ko mesum banget. Pasti kebanyakan nonton
sinetron atau keseringan baca majalah kriminal. Makanya pikirannya jadi kotor.”
Aku jadi terdiam mendengar dia balik memberondongku dengan pernyatannya itu.
“Sudah kamu jangan nekat hujan-hujanan.
Sini ikut aku.” Dia menarik ku masuk kedalam toko.
Di dalam toko dia berbicara dengan
mba penjaga kasih. “Cin, lu punya baju ganti ga?”
“Kenapa emangnya?”
“Boleh gw pinjem?”
“Enak aja lu minjem, minjem. Yang ada
ntar lu apa-apain lagi baju gw.” Jawab Mba-mba kasir sambil senyum-senyum ke
arahku.
“Udah lah Cin jangan bercanda
kasihan tuh dia menggigil kedinginan.” Kata laki-laki yang menyeretku sambil
menunjuk ke arah ku.
“Ada sih tapi nanti gw gimana? Masa
ga pakai baju?”
“Masih aja bercanda ya, kan baju
yang lu pakai masih kering.” Wajah laki-laki itu mulai kesal dibercandai si mba
kasir.
“Iya-iya, gw ada ko. Ayo neng sini
ikut, sekalian nanti ganti bajunya di belakang. Tenang aja kalo ada yang berani
ngintip nanti aku colok matanya.” Sambil melirik ke laki-laki itu. Aku pun
berjalan mengikuti Mba penjaga kasir.
“Tunggu sebentar ya, aku ambil bajunya dulu.” Kata
si Mba itu. Sebenarnya aku ingin menolaknya, tapi rasa dingin ini sudah tidak
bisa ku tahan.
Aku memperhatikannya saat membongkar
tasnya untuk mencari pakaian.
“Cantik.” Tanpa terasa perkataan
itu terucap dari mulutku.
“Hey, aku ini wanita normal loh.
Walau pun kamu memuji aku tidak akan tertarik.” Katanya sambil tersenyum.
“Ah, bukan begitu maksud ku mba.
Tapi mba memang benar-benar cantik.”
“Jangan panggil mba, panggil saja Cindy
lagian sepertinya umur kita tidak terpaut jauh. Aku bercanda loh, jangan di
anggap serius.”
“Iya mba, eh Cin.” Kataku tergagap
karena tidak terbiasa.
“Lalu siapa nama mu?”
“Saya Rania, tapi panggil saja
Rani.”
“Eh Ran, tadi itu aku nonton drama bagus
loh. Kocak sih tepatnya.”
“Drama apa mba?” tanya ku
seolah-olah penasaran.
“Itu tadi di depan toko. Apalagi Ran,
waktu si pemeran wanita nangis dan mulai memukul si cowok ...”
“Ih apa sih mba?” kata ku memotong.
“Hehe, beneran loh lucu. Apalagi pas
ngelihat ekspresi wajah si pemeran wanita.” Mendengan ucapan Cindy wajah ku
jadi tersipu. Mungkin benar apa yang di katanya, adegan tadi seperti yang ada
di sinetron-sinetron terlalu klise.
Sambil ganti baju kami ngobrol
cukup banyak. Di sela-sela pembicaraan aku bertanya siapa laki-laki itu. “Mba
dia itu pacarnya mba ya?”
“Hmmm, gimana bilangnya. Bisa di
bilang begitu sih, tapi juga bisa di bilang bukan. Yang jelas dia butuh aku
tapi aku tidak butuh dia. Eh iya Ran, sebenernya sih aku ingin tendang dia
jauh-jauh tapi kasihan.” Cindy menjelaskan sambil tertawa.
“Kalo seperti itu, kenapa tidak
bilang saja. Kan kasihan mba?”
“Wah-wah jadi mulai simpati nih kamu,
kalau gitu ya buat kamu aja.” Kata Cindy menggoda ku.
“Bukan begitu, aku cuma kepikiran gimana
nantinya kalau dia tahu? Eh iya ngomong-ngomong siapa namanya?”
“Namanya Rio, Sudah jangan dipikir
dia itu lebih kuat dari apa yang kamu kira. Orang seperti dia pasti cepet cari
gantinya kalau putus. Nitip dia ya Ran kalau aku ga ada.”
“Ih mba ini apa sih?”
“Cindy! jangan panggil mba?”
“Please mba aja ya, lagian kayanya
kamu lebih tua dari ku. Please, please ya?” kata ku memohon.
“ya sudah deh kalau itu mau mu.” Kata
Cindy sambil menghela nafas.
Akhirnya aku selesai ganti baju dan kembali ke
depan.
“Yo Sudah nih, sudah cantik kan?”
kata Cindy sambil menunjuk ke arah ku.
“Cantik apaan? Cewek saiko kaya gitu
dibilang cantik.” Jawab Rio cuek.
Sejujurnya aku kesal dengan
ucapannya itu, lalu ku balas
perkataannya “Iya aku memang saiko, tapi kamu lebih saiko lagi. Ngapain coba nguntit
aku tadi? Jawab ku tidak mau kalah.
“Iya, tadi itu seru loh yo
dramanya.” Kata Cindy sambil cekikikan menimpali.
“Cin, gw pinjem payung lu ya.” Kata
Rio Acuh.
“Ga ah, nanti gw pulang pakai apaan.”
“Ya pakai payung lah.” Jawab Rio lagi.
“Ya kalo payungnya di pinjem sama
lu gimana gw bisa balik, suruh ujan-ujanan gitu.”
“Otak lu setengah ya, kan ntar gw
bisa balik lagi kesini.”
“Lah emang lu mau kemana?” tanya Cindy
sambil melirik ke arah ku.
“Gw mau anter nih cewek saiko, kalo
ga dipinjemin ntar dia bakal ujan-ujanan lagi.”
“Oh jadi gitu ya, jadi lu udah berani
main di belakang gw. Terang-terangan lagi.”
Aku yang mendengar percakapan dua
orang ini jadi bingun sendiri. Sebenernya mereka lagi apa sih? Lagi main drama?
Percakapan di antara mereka terus
berlanjut, Aku melihat adegan per adegan antara Si wanita yang spontan dan
blak-blakan dan si pria yang jaim dan tidak mau kalah. melihatnya aku jadi senyum-senyum
sendiri.
Sambil bergelayut di lengan Rio
Cindy berkata sambil cemberut. “Ya sudah tapi jangan lama-lama. Jangan ngopi-ngopi
dulu di sana.”
“Iya Cin. Gw langsung balik ko.” Kata
Rio sambil mencubit hidung Cindy.
Melihat mereka mesra-mesraan aku
jadi baper sendiri, seumur hidup aku belum pernah merasakan pacaran. Merasa mencintai
sih sering, tapi merasa dicintai masih misteri bagiku, entah bagaimana rasanya.
Cindy memberikan payungnya kepada
ku lalu berkata kepada Rio. “Payungnya cuma cukup buat satu orang, gw ko jadi
parno ya Ran. Ntar ini cecunguk macem-macem lagi sama lu ngambil kesempatan dempet-dempetan.”
Kata Cindy.
“Kalo gitu aku pulang sendiri aja mba,
rumah ku ga terlalu jauh ko. Nanti biar pak mono yang anterin balik payungnya.”
Tanpa banyak bicara Rio mengambil
payung yang ku pegang dan membentangkannya. “Ayo sudah malam, kamu bakal
kesiangan kalo ga buru-buru pulang. Lagian kamu belum buat persiapan MOS besok
kan?”
Ku lihat jam dinding, pukul sepuluh.
Sudah malam ternyata, aku mencari plastik belanjaan ku, kertas karton dan
bebera belanjaan lain basah. Aku mencoba untuk mengganti peralatan itu tapi
Payung di serahkan kepada ku, aku berjalan
gugup di bawah guyuran hujan. Hati ku sedikit dag dig dug, belum pernah sebelumya
berjalah hanya berdua dengan cowok. Setelah berjalan beberapa langkah sepertinya
Rio belum mengikuti ku, penasaran aku menengok ke belakang. Aku menghela napas
panjang melihat apa yang terjadi, Cindy menarik Rio untuk menunduk dan sejurus
kemudian ku lihat dia mencium pipi Rio. Tatapan kami berpandangan, matanya seolah-olah
bicara menegaskan bahwa laki-laki itu miliknya.
Dengan perasaan malu aku bergegas
memalingkan wajah ku, dan tidak berapa lama Rio berlari menyusul. Dengan canggung
aku menyuruhnya untuk mendekat tapi Rio dengan sopan menolak. Sekali lagi aku
menongok ke belakang ke arah Cindy. Ku lihat Cindy tersenyum kepadaku. Aneh, di
antara hari-hari yang dalam hidup ku, hari ini adalah hari yang paling aneh
yang pernah aku alami.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon