RANIA


Nama ku Rani, 29 tahun dan masih single. Teman-teman ku menganggapku sebagai workaholic sehingga banyak yang mencoba menjodohkan ku dengan kerabat atau teman mereka. bahkan aku mendengar ada selentingan yang mengakatan kalau aku memiliki orientasi seks yang menyimpang sebagai penyuka sesama jenis. Berapa dari mereka ada yang termakan isu tersebut dan tidak jarang mereka menunjukkan sikap nyinyir ketika secara tidak sengaja berpapasan denganku. Aku tidak terlalu memperdulikannya hal tersebut. Tahu apa mereka tentang diri ku, pikir ku.

Sebagai seorang wanita, sampai umur ku yang sekarang ini aku belum pernah merasakan apa yang namanya pacaran. Tapi bukan berarti aku tidak mencoba untuk mencarinya, hanya saja aku merasa canggung ketika dekat dengan seorang pria. Semua pria yang pernah coba dekat dengan ku menganggap aku terlalu dingin,  Acuh dan melulu yang di bahas hanyalah masalah perkerjaan. Sampai akhirnya mereka semuanya mundur satu per satu. Aku hanya tidak tahu caranya bersikap terhadap lawan jenis, bagaimana mengekspresikannya, dan menanggapi sikap mereka. Aku hanya tidak tahu.

Hanya satu pria yang masih terus mengejarku, Burhan. Dia adalah rekan kerja ku, bersama dua orang lainnya Nida dan Rendi, kami mendirikan Event Organizer yang idenya sudah jauh-jauh direncanakan saat kami dulu masih di SMA. Burhan tidak pernah menyembunyikan rasa sukanya terhadap ku, entah sudah berapa kali dia menyatakan cintanya, dan aku selalu menjawabnya dengan candaan. Ku akui dia sangat perhatian dengan ku, bahkan mungkin dia yang paling mengerti tentang diri ku.

Perasaan ku terhadapnya hanyalah sebatas teman, tidak lebih. Seharusnya dia tahu hal itu bahwa perasaan tidak bisa dipaksakan. Terakhir beberapa minggu yang lalu, dengan tegas aku mengatakan hal tersebut kepadanya. Dia menjawab, Seberapa keras kamu menolak ku, sebesar itulah cinta ku kepada mu. Aku tidak akan pernah berhenti untuk mencintai mu dan suatu saat aku yakin kamu pasti akan menerima ku. Terlalu Ambisius, batinku. Seorang sepertinya pasti tidak akan puas sebelum cita-citanya tercapai, sekalinya tercapai entah sebesar apa kepalanya nanti. Bisa saja nanti sikapnya berubah ketika dia benar-benar mendapatkan ku. Bukan hal yang mustahil dia akan semena-mena dengan ku karena ekstasenya atas kemenangan menaklukkan ku.  Memikirkannya saja membuatku bergidik, dan mulai saat itu aku mencoba menjaga jarak terhadapnya.

Nida dan Rendi, keduanya adalah pasangan suami istri. Semenjak di SMA mereka berdua sudah menjalin kasih, dan aku bersyukur akhirnya mereka berdua bisa menikah. Burhan, setelah penolakan ku terhadapnya sikapnya jadi berubah, seringkali dia marah-marah tidak jelas kepada karyawan kami. Melihat hal itu, Nida dan Rendi menegurnya. Tapi Burhan malah jadi kesal terhadap mereka berdua. Di saat makan siang, biasanya kami berempat selalu makan bersama, tapi kali ini Burhan tidak ikut. Di sela-sela makan siang Nida bertanya kepada ku mengenai perubahan sikap Burhan. Tanpa ingin menutup-nutupi aku menceritakan kejadian sebenarnya kepada mereka berdua.

Dengan wajah agak kesal Nida berkata kepada ku, bahwa aku terlalu berlebihan dan kenapa aku tidak menerima saja perasaan cintanya Burhan. Seketika Rendi menarik tanggan Nida, dengan sedikit Rendi berkata, Sudahlah jangan di perpanjang masalah ini, kita jangan memperunyam keadaan, nanti aku akan bicara dengan Burhan.

Jika saja Rendi tidak segera menarik tangan Nida mungkin dia akan terus menceramahi ku. Selepas itu kami melanjutkan makan siang, tapi aku tidak bisa menghabiskan makanan ku, tidak mood rasanya. Setelah itu kami berpisah, Nida masih menunjukkan perasaan tidak senangnya dan ketika kami sudah cukup jauh, terlihat perdebatan diantara mereka. Aku jadi merasa bersalah, tapi semoga Rendi bisa membantu menyelesaikan masalah ini. Aku bergegas keluar kantor untuk sejenak menenangkan perasaan ku ini.

Ketika aku kembali ke kantor, aku melihat Burhan dan Rendi berdebat cukup keras di ruang meeting, aku tidak bisa mendengar percakapan mereka karena ruangannya yang kedap suara. Aku mempercepat langkah ku untuk bergegas menghampiri mereka. Tapi Nida nenarik tangan ku, dan dari raut wajahnya mengisyaratkan agar aku tidak kesana. Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya di lengkan ku tapi Nida berkeras tidak ingin melepaskannya. Aku berkata kepadanya, Da aku harus menyelesaikan masalah ini, aku tidak ingin Rendi berkelahi dengan Burhan. Kita ini sudah lama bersahabat, aku tidak ingin merusak hubungan itu. Aku harus segera kesana.

Mendengar ucapan ku Nida hanya menggeleng, seketika air mata meleleh membasahi pipinya yang kemerahan, sejurus kemudian dia memeluk ku dengan erat. Aku tidak mengerti apa yang sudah terjadi, tapi sepertinya masalah ini sudah menjadi besar. Aku mengurungkan ku untuk melerai perdebatan Rendi dan Burhan dan berusaha nenenangkan tangisan Nida.

Lama mereka berdua bersitegang, aku menunggu dengan was was memikirkan kemungkinan yang terburuk yang akan terjadi terhadap persahabatan kami nantinya. Setelah sekian lama menunggu akhirnya mereka berdua keluar, terlihat jelas wajah tidak senang diantara mereka. Rendi menghempaskan dengan keras tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan ini. Sambil menghela napas panjang Rendi berkata, Han, Aku harap kamu bisa bersikap dewasa. Dengan nada kesal Burhan menjawab, Oke, jika itu mau mu. Lalu Burhan segera keluar dan tidak kembali sampai kantor tutup.

Rendi sempat berkata kepada ku, Kalian berdua memang bodoh, tapi Ran kamu yang lebih bodoh, seharusnya dari dulu kamu tegas terhadap Burhan. Jika saja dari dulu kamu tegas, mungkin kamu tidak akan kehilangan Rio.

 Mendengar perakataan Rendi tanpa sadar air mata ku menetes. Nama itu, kenapa? Kenapa nama itu muncul kembali, jika saja Rendi tidak mengingatkannya mungkin aku benar-benar akan melupakan nama itu. Aku tak kuasa menahan perasaan yang membuncah di dadaku, perih, sesak. Hatiku benar-benar penuh dengan luapan emosi yang berkecamuk. Air mata ini, aku tidak bisa lagi menahannya untuk mengalir lebih deras. Aku berlari menuju ke ruangan ku dan pintu ku banting pintu kuat-kuat.

Bersambung ....

Sebagai yang ngarang ni cerita, gw jadi kebawa perasaan sama apa yang di rasain Rani. Jadi ga mood lagi ngelanjutin ceritanya malem ini T_T.

tapi next gw harus ceritain siapa itu si orang gila yang bernama Rio ini.



Previous
Next Post »

ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng