Prolog : Dibalik Firasat Awan Hitam

Sepasang mata mengintai dari jauh, siap menerkam. Culas dengan senyum yang menyeringai. “Hey bukan aku tidak tahu, silahkan saja serang, bawa semuanya!”

Sesosok makhluk menyeramkan putih pucat sedikit bongkok dengan rambut kepala tipis dan mulut bertaring, mengintip dari balik pohon pisang. Seorang nenek berambut kelabu dengan gigi-giginya yang hitam dan lingkaran mata yang juga hitam, mengenakan kebaya putih kecoklatan dan bawahan kain yang hanya dililitkan begitu saja sedang duduk di pohon rambutan sambil tertawa lirih, aneh cuma terlihat pupil matanya saja yang hitam berkilat.

“Ada apa maksud kalian menampakkan diri disini.”

“Nek, ternyata mereka melihat kita.” Kata makhluk putih pucat kepada nenek yang duduk di pohon rambutan.

“Ckikikiki….” Si nenek tertawa dan langsung menyerang ku.

Ini bukan pertama kalinya aku mendapat serangan seperti ini membuat ku tidak kaget lagi, “… robbukum, sedulur papat limo pancer, pancer, pancer.” Untung saja aku masih sempat membaca mantera, seketika si nenek terpental.

“Ari maneh teu hayang hancur, sok balik ka nu nyuruh.” Kataku. (Kalau kamu tidak mau hancur, kembali ke yang nyuruh) kira-kira begitulah artinya jika di Indonesiakan. *untuk memudahkan selanjutnya akan dicoba menggunakan bahasa indonesia saja.

“Tidak mau, saya sudah disuruh dan tidak mau pulang sebelum beres.” Kata si nenek.


Si nenek menyerang lagi, kali ini makhluk bongkok ikut menyerang. Diserang dari kedua sisi aku mencoba bertahan. Kubacakan ayat kursi dan kedua makhluk itu tidak bisa mendekat. “Sudah, pergi kalian.”

“Mbung, moal” kata keduanya sambil menjerit.

Melihat keduanya tidak mau pergi terpaksa ku usir dengan kasar “Wa qul ja'al‑haqqu wa zahaq‑al‑batilu, innal batila kana zahuqa.” Kubacakan potongan ayat surat Al Isra berkali-kali. “Ampun, panas…” jerit keduanya. Mereka mencoba bertahan dan aku terus membaca ayat tersebut.

“Ammmpuuuunnnnnnn….” Jerit si nenek dengan suara melengking, sedangkan makhluk bongkok menutup telinganya sambil berguling-guling di tanah. Seketika hawa berubah menjadi dingin yang menusuk, perlahan muncul asap kelabu mengelilingi tubuh keduanya dan tidak lama asap itu menghilang besamaan dengan dua sosok gaib tersebut.

Beberapa hari yang lalu aku sudah meyakinkan diri untuk meninggalkan hal-hal berbau mistis dan memang dari awal bukan aku yang sengaja mencarinya melainkan hal tersebut yang datang dengan sendirinya.

Bersambung…

Catatan : udah kemaleman nulisnya buat nyelesain jadi cerpen utuh, jadinya sementara dibuat jadi prolog aja dulu. **Jing lah pokonya.




ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng