DI TEPIAN KALI

www.sant45.tk


ketika rasa menjadi mara, dapatkah hati menampung ruang yang mengisi jarak sejauh mata memandang, menyisakan umpatan yang bersembunyi dibalik beribu tabir diantara topeng-topeng yang yang mulai menampakkan kebusukannya.

Haruskah kubungkam engkau dengan sebilah belati berkarat yang bahkan tak dapat mengiris sehelai rambut pun, dan tahukah engkau seberapa menyakitkannya jika belati ini menusuk tepat di jantung?


Katamu kepala ini berada di atas kakimu, dan engkau bersorak kegirangan. Padahal yang kau injak hanyalah bayang-bayang yang sedang meludahi kakimu yang bau.

Di tepian kali, kuhisap dalam-dalam rokok ini sambil berekspresi datar setelah menggorok batang leher seorang yang tak bernama. Kuambil batu dan ku tumpangkan ke atas badan yang hampir teronggok kaku itu, kemudian aku berjalan kearah motor dan mengambil selang yang tadinya aku niatkan untuk memilit leher yang menopang muka yang congkak. Ku buka tutup tangki motor dan mulai kuseruput bensin menggunakan selang. Aliran bensin yang keluar dari mulut selang aku tadahi menggunakan plastik bag yang tadinya akan aku gunakan untuk membekap kepala itu jika saja dia mengeluarkan simphoni kesakitan. Rasanya sudah cukup bensin yang kutuang dan aku berjalan kembali ke arah jasad yang menampakkan rasa keheranan, ah ekspresi itu sangat membuatku bersemangat, antara takut, kesakitan dan keheranan bercampur aduk menciptakan seni yang sangat luar biasa. Itu adalah masterpiece yang sengaja aku persembahkan untuknya, dan seharusnya dia bangga sudah menjadi objek seni yang sangat mengagumkan itu.

Kusiramkan bensin di atas jasad yang mengenaskan itu, kunyalakan pemantik api dan ku lemparkan ke atas tubuh yang sudah bersimbah bensin. Teringat kembali masa-masa dimana aku sering duduk di depan api unggun sambil menggantungkan segala impian setinggi langit.

Kubiarkan api itu terus membesar, agar mampu menerangi relung hati yang gelap gulita ini, dan biarkan ini menjadi nerakamu yang terakhir.

Api mulai mengecil hingga akhirnya padam dan menyisakan bara yang menyebarkan bau daging bakar. Aku terdiam dan merenung, bagaimana mungkin aku menjadi sebegitu jahatnya tapi segera kutepis perasaan itu dan meyakinkan diri bahwa ini suatu yang hebat.

Batu sudah melekat menjadi satu dengan tubuh, siap untuk segera ditenggelamkan. kugulingkan tubuh itu menggunakan kaki kiriku hingga menggelinding ke arah sungai. kemudian aku menuntun sepeda motor butut itu dan aku ceburkan juga ke sungai, mudah-mudahan motor itu menjadi kendaraan mu di alam baka kelak, dan aku pun berbalik pergi menuju ke persimpangan-persimpangan selanjutnya tanpa harus menoleh kebelakang.

--------------------
*Cerita ini hanya imajinasi liar penulis belaka dan tidak disarankan untuk dijadikan referensi :) 
Previous
Next Post »

ConversionConversion EmoticonEmoticon

:)
:(
=(
^_^
:D
=D
=)D
|o|
@@,
;)
:-bd
:-d
:p
:ng