Sibaganding Sirajagoda adalah puisi ciptaan Mansur Samin. Beliau pernah bekerja sebagai petani, kuli pelabuhan, anggota laskar rakyat, guru dan wartawan. Dilahirkan di Batangtoru, Tapanuli pada tanggal 29 April 1930. - Kutipan buku Laut Biru Langit Biru.
Tengah Siang
di pojok nun, ke dalam restoran
berbondong para kuli berlesuan
duduk di sebaris bangku
dari bisik dan keluh:
Telah berbulan
tak ada kapal pulang!
Sedang sama menatap ke bandar sana
terkuak pintu muka
bunyi siul mengalun
dari mulut kumis brenteng
Tegap melangkah lagak perlente
bertopi pandan, bercekak pinggang
menatap awas ke tiap ruang
dengan sikap angkuh
menggeser sebuah bangku
Kuli-kuli pada menyisih
terserak pergi
dari pandang yang heran
hati terus bertanya:
Dari mana pula munculnya
ini Sibaganding Sirajagoda
tidakkah dirinya
sudah lama dipencara?
Sambil mengunyah kacang
ia buka topi pandannya
tiba-tiba sekepal tinju
menghantam meja
dengan megahnya:
Kasih bir! Sambaludang!
Rokokkowa dan Satepadang!
Tengah bersantap dengan lahapnya
dari lorong utara
muncul kepala berpet kuning
Simarkamin Sikempetai
kuli-kuli kerumun kembali
menanti apa kan terjadi:
ini restoran
apakah jadi gelanggang
dua pahlawan?
Dengan gerak mengintai
berpaling Sibaganding
pelan meletakkan bir
tegap berdiri seperti singa
sambil memilin kumisnya:
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba!
Markamin terdiam
dan duduk tenang:
Teruskan makan, silahkan minum
kedatanganku
bukan untuk menangkapmu!
Satu demi satu
bubar para kuli
dan dari kerumunan
terdengar bisik:
Sibaganding Sirajagoda
apa ada tandingannya di kota Sibolga?
Suatu hari
gerimis mendung memucat langit
sedang berteduh para kuli
dari sebuah bendi
turun opsir Nippon
menggandeng nona Indo
belanja ke dalam toko
Akan keluar dari meja kasir
di pintu telah menanti
Sibaganding Sirajagoda
dengan tampannya
bercekak pinggang
topi pandan berkibar
menatap tenang
Setelah bersiul
sebuah senandung
ia melangkah tegap maju
tangan yang hitam berbulu
menarik pinggang Sinonaindo
digandeng ke dalam sado
sedang Siopsir
melongo
tak berkutik
Kembali beraksi Sirajagoda
menggeger kota Sibolga
inilah korban kedua puluh dua
perempuan kena tenungnya
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba
Musim gajian di akhir bulan
para buruh keluar dari labuan
satu-satu hilang ke pakter tuak
di tengah celoteh dan cakap
dari pintu samping
muncul Sibaganding
semua jadi hening
ke sebuah meja makan
duduknya mengangkang
jarinya yang bugil
pelan mengelus kumis
Dalam kecemasan itu
semua dikagetkan dentaman tinju:
Mana tuak baru!
Jengkol! Sambalpari!
Bawa cepat ke mari!
kuli-kuli cepat menyisih
menanti apa terjadi
Selagi semua diam
dari lorong selatan
terdengar tawa gaduh
menuju pintu
Sepuluh tentara Nippon
di teritis dekat terali
akan masuk berhenti
semua melongo
menatap awas ke satu pojok
Semua mata, penuh tanya
Menanti sikap Sirajagoda
tapi geraknya yang bebas
senyum segar
jari mencukil gigi
mata melirik
dan tangan yang hitam
tenang mengangkat gelas
Dari rombongan tentara Nippon
seorang maju melangkah pelan
geraknya bagaikan menohok
mengekarkan lengan
tapi Sirajagoda
bersiul dan biasa
seolah tak terjadi apa-apa
Maka
di akir teriakan tinggi
berterbangan stoples dan kursi
tuak berhamburan
dia di pojok tiang
sepuluh tentara Nippon
tergeletak tak bergerak
Sibaganding Sirajagoda
dengan tenangnya
membersihkan bajunya
memilin kumisnya
dengan langkah yang pongah
pergi ke luar
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba
Di hari Sabtu, hari pasaran yang sibuk
berdengung mobil truk dari timur
berloncatan tentara Nippon
menjaga ketat setiap lorong
sekitar pakter tuak
dikepung rapat
Gegerlah setiap pojok:
telah tertangkap Sirajagoda
digiring ke Bonandolok
digiring ke Bonandolok
Sebuah pagi
di bawah langit yang cerah
ke sebuah pondok tusam
tubuh Sirajagoda
telah dirangket kuat
Tiba-tiba sebuah kelewang
melayang di udara
tapi pental
disusul bayonet
dicucuki dengan senjata tajam
tubuh Sirajagoda
tak apa-apa
Beberapa tangan telah benjol
Beberapa pedang telah bengkok
tapi leher Sirajagoda
seguris pun tiada luka
Setelah putus asa
dibuka rangketannya
Sirajagoda senyum
dengan santun
minta minum
Hampir selesai meneguk cangkirnya
entah bagaimana
tubuh Sirajagoda
lenyap tiada bekasnya
Begitu tersiar berita
ketakutan melanda Sibolga
Atas usaha Kenpetai
dihimpun para ahli
dari saran Datu Balemun
tentara Nippon dapat maklum:
Ilmu yang dipakai Sibaganding
bernama ilmu Jugil
jika lehernya akan dipotong
jangan dirangket dengan tali
jika akan dibunuh dengan besi
jangan diberi minum air
Sedang merancang akan menangkapnya
dekat senja
betapa gempar kota Sibolga:
Dari sebuah kedai rempah
muncul Sirajagoda
menggandeng nyonya Cina
dan topi pandannya
berkibar megah
Maka beredarlah cerita:
Sibaganding Sirajagoda
bukan mati bukan menyerah
tapi korbannya kedua puluh tiga
nyonya tauke dari Singapura
Di pagi bersih
ketika ibu-ibu pergi mandi
tersiar pula berita:
Tadi dinihari
kedua orangtua Sirajagoda
telah diangkut dari rumahnya
Menjelang tengah hari
berita tersiar lagi:
Kedua orangtua Sibaganding
telah hampir mati
dipukuli kenpetai
Dari cerita seorang opas kantor
gempar pula setiap lorong:
Dekat jam satu tadi
ada yang melihat Sibaganding
di Desa Sarudik, di tepi kali
sedang mandi hadap ke hilir
Suatu hari di hari Rabu
betapa kaget para buruh
dari sebuah sampan
muncul tenang
mendarat Sirajagoda
menuju tangsi tentara
Bersorak tentara Nippon
telah menyerah Sirajagoda
di hari Selasa di Bonandolok
bakal menerima ganjarannya
Pada jam yang ditentukan
suati pagi yang rawan
di bukit hutan selatan
tenang bediri Sirajagoda
menanti hukumannya
Anakmata yang jingga
menatap jauh ke lembah
dari bibir yang basah
Kaulah itu kiranya abang Daud
orang yang mereka suruh
harus membunuhku?
Adikku, Sibaganding
ketahuilah, tadi pagi
kedua orangtua kita
telah berpulang ke rahmatullah
Beginilah akibat darah mudamu
karena dorongan napsumu
telah kaucemarkan ilmu pusaka kita
yang diwariskan leluhur
untuk keselamatan bersama
Adikku tunggal Sirajagoda
ilmu pusaka dari leluhur kita
bukan untuk pemuas napsu manusia!
Adikku Sibaganding
jika benar kau lelaki
cobalah nilai
apakah semua perempuan korbanmu
dapat membayar
nyawa kedua orangtua kita?
Sibaganding Sirajagoda
telah kaunodai kemurnian dunia
telah kaukhianati nilai pusaka
untuk penebusnya
harus nyawa kita berdua
Dengan air mata berhamburan
dari sebuah rajut kumal
Daud mengeluarkan bungkusan
seberkas duri pandan
dilantingkan ke dada Sirajagoda
dipurukkan ke pundak sendiri
dan serempak
dua tubuh
rebah ke bumi
tak bernyawa lagi
Mendung mengatapi kota
alam bagai berduka
melepas dua bersaudara
mati bersama
Di hari Rabu itu
empat mayat sekeluarga
diantar ke kubur
dimakamkan bersama
Sibaganding Sirajagoda
tamatlah riwayatnya.
Tengah Siang
di pojok nun, ke dalam restoran
berbondong para kuli berlesuan
duduk di sebaris bangku
dari bisik dan keluh:
Telah berbulan
tak ada kapal pulang!
Sedang sama menatap ke bandar sana
terkuak pintu muka
bunyi siul mengalun
dari mulut kumis brenteng
Tegap melangkah lagak perlente
bertopi pandan, bercekak pinggang
menatap awas ke tiap ruang
dengan sikap angkuh
menggeser sebuah bangku
Kuli-kuli pada menyisih
terserak pergi
dari pandang yang heran
hati terus bertanya:
Dari mana pula munculnya
ini Sibaganding Sirajagoda
tidakkah dirinya
sudah lama dipencara?
Sambil mengunyah kacang
ia buka topi pandannya
tiba-tiba sekepal tinju
menghantam meja
dengan megahnya:
Kasih bir! Sambaludang!
Rokokkowa dan Satepadang!
Tengah bersantap dengan lahapnya
dari lorong utara
muncul kepala berpet kuning
Simarkamin Sikempetai
kuli-kuli kerumun kembali
menanti apa kan terjadi:
ini restoran
apakah jadi gelanggang
dua pahlawan?
Dengan gerak mengintai
berpaling Sibaganding
pelan meletakkan bir
tegap berdiri seperti singa
sambil memilin kumisnya:
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba!
Markamin terdiam
dan duduk tenang:
Teruskan makan, silahkan minum
kedatanganku
bukan untuk menangkapmu!
Satu demi satu
bubar para kuli
dan dari kerumunan
terdengar bisik:
Sibaganding Sirajagoda
apa ada tandingannya di kota Sibolga?
Suatu hari
gerimis mendung memucat langit
sedang berteduh para kuli
dari sebuah bendi
turun opsir Nippon
menggandeng nona Indo
belanja ke dalam toko
Akan keluar dari meja kasir
di pintu telah menanti
Sibaganding Sirajagoda
dengan tampannya
bercekak pinggang
topi pandan berkibar
menatap tenang
Setelah bersiul
sebuah senandung
ia melangkah tegap maju
tangan yang hitam berbulu
menarik pinggang Sinonaindo
digandeng ke dalam sado
sedang Siopsir
melongo
tak berkutik
Kembali beraksi Sirajagoda
menggeger kota Sibolga
inilah korban kedua puluh dua
perempuan kena tenungnya
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba
Musim gajian di akhir bulan
para buruh keluar dari labuan
satu-satu hilang ke pakter tuak
di tengah celoteh dan cakap
dari pintu samping
muncul Sibaganding
semua jadi hening
ke sebuah meja makan
duduknya mengangkang
jarinya yang bugil
pelan mengelus kumis
Dalam kecemasan itu
semua dikagetkan dentaman tinju:
Mana tuak baru!
Jengkol! Sambalpari!
Bawa cepat ke mari!
kuli-kuli cepat menyisih
menanti apa terjadi
Selagi semua diam
dari lorong selatan
terdengar tawa gaduh
menuju pintu
Sepuluh tentara Nippon
di teritis dekat terali
akan masuk berhenti
semua melongo
menatap awas ke satu pojok
Semua mata, penuh tanya
Menanti sikap Sirajagoda
tapi geraknya yang bebas
senyum segar
jari mencukil gigi
mata melirik
dan tangan yang hitam
tenang mengangkat gelas
Dari rombongan tentara Nippon
seorang maju melangkah pelan
geraknya bagaikan menohok
mengekarkan lengan
tapi Sirajagoda
bersiul dan biasa
seolah tak terjadi apa-apa
Maka
di akir teriakan tinggi
berterbangan stoples dan kursi
tuak berhamburan
dia di pojok tiang
sepuluh tentara Nippon
tergeletak tak bergerak
Sibaganding Sirajagoda
dengan tenangnya
membersihkan bajunya
memilin kumisnya
dengan langkah yang pongah
pergi ke luar
Sibaganding Sirajagoda
siapa berani boleh coba
Di hari Sabtu, hari pasaran yang sibuk
berdengung mobil truk dari timur
berloncatan tentara Nippon
menjaga ketat setiap lorong
sekitar pakter tuak
dikepung rapat
Gegerlah setiap pojok:
telah tertangkap Sirajagoda
digiring ke Bonandolok
digiring ke Bonandolok
Sebuah pagi
di bawah langit yang cerah
ke sebuah pondok tusam
tubuh Sirajagoda
telah dirangket kuat
Tiba-tiba sebuah kelewang
melayang di udara
tapi pental
disusul bayonet
dicucuki dengan senjata tajam
tubuh Sirajagoda
tak apa-apa
Beberapa tangan telah benjol
Beberapa pedang telah bengkok
tapi leher Sirajagoda
seguris pun tiada luka
Setelah putus asa
dibuka rangketannya
Sirajagoda senyum
dengan santun
minta minum
Hampir selesai meneguk cangkirnya
entah bagaimana
tubuh Sirajagoda
lenyap tiada bekasnya
Begitu tersiar berita
ketakutan melanda Sibolga
Atas usaha Kenpetai
dihimpun para ahli
dari saran Datu Balemun
tentara Nippon dapat maklum:
Ilmu yang dipakai Sibaganding
bernama ilmu Jugil
jika lehernya akan dipotong
jangan dirangket dengan tali
jika akan dibunuh dengan besi
jangan diberi minum air
Sedang merancang akan menangkapnya
dekat senja
betapa gempar kota Sibolga:
Dari sebuah kedai rempah
muncul Sirajagoda
menggandeng nyonya Cina
dan topi pandannya
berkibar megah
Maka beredarlah cerita:
Sibaganding Sirajagoda
bukan mati bukan menyerah
tapi korbannya kedua puluh tiga
nyonya tauke dari Singapura
Di pagi bersih
ketika ibu-ibu pergi mandi
tersiar pula berita:
Tadi dinihari
kedua orangtua Sirajagoda
telah diangkut dari rumahnya
Menjelang tengah hari
berita tersiar lagi:
Kedua orangtua Sibaganding
telah hampir mati
dipukuli kenpetai
Dari cerita seorang opas kantor
gempar pula setiap lorong:
Dekat jam satu tadi
ada yang melihat Sibaganding
di Desa Sarudik, di tepi kali
sedang mandi hadap ke hilir
Suatu hari di hari Rabu
betapa kaget para buruh
dari sebuah sampan
muncul tenang
mendarat Sirajagoda
menuju tangsi tentara
Bersorak tentara Nippon
telah menyerah Sirajagoda
di hari Selasa di Bonandolok
bakal menerima ganjarannya
Pada jam yang ditentukan
suati pagi yang rawan
di bukit hutan selatan
tenang bediri Sirajagoda
menanti hukumannya
Anakmata yang jingga
menatap jauh ke lembah
dari bibir yang basah
Kaulah itu kiranya abang Daud
orang yang mereka suruh
harus membunuhku?
Adikku, Sibaganding
ketahuilah, tadi pagi
kedua orangtua kita
telah berpulang ke rahmatullah
Beginilah akibat darah mudamu
karena dorongan napsumu
telah kaucemarkan ilmu pusaka kita
yang diwariskan leluhur
untuk keselamatan bersama
Adikku tunggal Sirajagoda
ilmu pusaka dari leluhur kita
bukan untuk pemuas napsu manusia!
Adikku Sibaganding
jika benar kau lelaki
cobalah nilai
apakah semua perempuan korbanmu
dapat membayar
nyawa kedua orangtua kita?
Sibaganding Sirajagoda
telah kaunodai kemurnian dunia
telah kaukhianati nilai pusaka
untuk penebusnya
harus nyawa kita berdua
Dengan air mata berhamburan
dari sebuah rajut kumal
Daud mengeluarkan bungkusan
seberkas duri pandan
dilantingkan ke dada Sirajagoda
dipurukkan ke pundak sendiri
dan serempak
dua tubuh
rebah ke bumi
tak bernyawa lagi
Mendung mengatapi kota
alam bagai berduka
melepas dua bersaudara
mati bersama
Di hari Rabu itu
empat mayat sekeluarga
diantar ke kubur
dimakamkan bersama
Sibaganding Sirajagoda
tamatlah riwayatnya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon